Obat-obatan adalah salah satu alat terpenting yang akan digunakan dokter untuk membantu penyembuhan Anda. Nah, sebelum Anda buru-buru mengonsumsi obat-obatan pereda keluhan ini, berhati-hatilah. Pasalnya, beberapa obat jantung dapat meningkatkan risiko efek samping yang berbahaya.
Digoxin.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di European Heart Journal, para peneliti dari JW Goethe University di Frankfurt, Jerman, melakukan tinjauan sistematis dan meta-analisis dari semua studi yang dipublikasikan dalam jurnal peer-review antara tahun 1993-2014 yang mengamati efek digoksin pada kematian akibat penyebab apa pun pada pasien AF dan CHF.
Mereka mengidentifikasi 19 studi relevan yang mencakup total 326.426 pasien (235.047 pasien AF dan 91.379 pasien CHF). Mereka menemukan bahwa di antara pasien yang diobati dengan digoksin, terdapat peningkatan risiko kematian akibat penyebab apa pun secara keseluruhan sebesar 21% dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima pengobatan ini.
Efek digoksin pada ritme jantung dan kemampuan memompa mungkin terlibat dalam mekanisme yang juga dapat menyebabkan kematian, terutama jika kadar obat dalam darah melampaui batas aman yang diketahui.
Penghambat beta (Beta-Blocking)
Pada European Journal of Heart Failure (2011) 13, 670–680 yang berjudul “Titration to Target Dose of Bisoprolol vs. Carvedilol in Elderly Patients with Heart Failure” menyebutkan bahwa Efek samping bisoprolol yang paling banyak terjadi adalah bradikardia dan hipotensi.
Pada penderita diabetes, bisoprolol dapat menutupi gejala awal hipoglikemia, yang merupakan efek samping umum dari obat antidiabetes. Hal ini dapat membuat hipoglikemia terlambat ditangani dan menyebabkan komplikasi.
Untuk mencegah hal tersebut, penderita diabetes yang mengonsumsi bisoprolol disarankan untuk melakukan pemeriksaan kadar gula darah dengan rutin, baik secara mandiri atau di dokter.
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Comparing Beta-Blocking Effects of Bisoprolol, Carvedilol and Nebivolol” pada November 2006, Vol.106, No. 4 di Menarini SA, Firenze, Italia. Quality of life (QOL) atau kualitas hidup seseorang dengan carvedilol sedikit lebih rendah dibanding dengan obat lain, sedangkan bisoprolol tidak mengubah QOL.
Data ini menunjukkan bahwa efek penghambatan beta bisoprolol tampak lebih kuat daripada carvedilol. Namun, efek beta-blocking dari kedua obat ini serupa. Akhirnya, hanya carvedilol yang sedikit menurunkan QOL, sedangkan bisoprolol tidak memengaruhi QOL.
Statin
Moutzuri et al (2011) menyebutkan bahwa mengonsumsi Pravastatin dapat meningkatkan sensitivitas insulin, sedangkan pengobatan dengan Simvastatin dan Rosuvastatin dapat menurunkan sensitivitas insulin.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cederberg dkk (2015), peserta yang diterapi dengan statin meningkatkan diabetes lebih tinggi dibandingkan peserta tanpa pengobatan statin (11,2% vs 5,8%, p <0,001). Pengobatan statin meningkatkan risiko diabetes tipe 2 menjadi dua kali lipat selama masa tindak lanjut (HR 2,01 [95% CI 1,71, 2,36]).
Peningkatan risiko diabetes tersebut tergantung pada dosis Simvastatin dan Atorvastatin yang diberikan pada pasien. Baik Simvastatin (dosis tinggi dan rendah) dan Atorvastatin (dosis tinggi) secara signifikan dapat meningkatkan risiko diabetes.
Penelitian ini juga menunjukkan salah satu dari dua mekanisme peningkatan insiden diabetes pada orang yang menerima pengobatan statin adalah meningkatnya resistensi insulin yang terlihat pada peningkatan kadar 2hPG.
Berdasarkan dari data studi tersebut, bisa kita simpulkan bahwa terapi statin dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 hingga 46% terjadinya risiko diabetes tipe 2.
Terapi statin juga dapat memperburuk hiperglikemia, terutama glukosa dalam waktu 2 jam. Selain itu, terapi statin juga dapat menurunkan 24% sensitivitas insulin dan penurunan 12% sekresi insulin.
Selain itu, statin juga dapat menyebabkan peningkatan kadar enzim di hati. Enzim-enzim ini menandakan peradangan. Efek statin juga sangat dekat dengan perlemakan hati, apalagi kenaikan berat badan dapat terjadi karena orang merasa lebih nyaman mengonsumsi makanan berkolesterol tinggi, karena percaya bahwa statin akan melindungi mereka.
ACE inhibitor
Menurut penelitian Junior Medical Journal, Volume 2, No. 8, April 2024. Efek samping yang terjadi pada ACE Inhibitor dapat berupa batuk kering, pusing, dan edema angioneuritik, maka dari itu perlunya upaya penanganan dan mencegah halhal yang berbahaya akibat penggunaan obat (Kemenkes, 2017).
Mekanisme terjadinya efek samping batuk kering disebabkan oleh akumulasi bradikinin atau zat P, yang terdegradasi oleh ACE di saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Bradykinin, yang dikonversi dari kininogen oleh kallikrein, memiliki paruh pendek sebagai akibat dari degradasi cepat oleh ACE. ACE Inhibitor menekan degradasi ini, menghasilkan peningkatan konsentrasi bradykinin yang dihirup membuat kepekaan refleks batuk dan juga memicu respons batuk (Dicpinigaitis, 2006).
Angiotensin II receptor blockers (ARB)
ARB umumnya dapat ditoleransi dengan baik, tetapi seperti obat lainnya, obat ini dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, termasuk pusing, sakit kepala, dan kelelahan.
Setelah Anda mulai mengonsumsi obat tersebut, Anda akan memerlukan tes darah lagi untuk memeriksa fungsi ginjal Anda. Dalam beberapa kasus, ARB dapat mengganggu ginjal, terutama jika pembuluh darah ke ginjal Anda menyempit (stenosis arteri renalis).
Ivabradine
Efek samping yang paling umum meliputi bradikardia, fibrilasi atrium, tekanan darah tinggi, dan fosfen. Ivabradine dapat menyebabkan bradikardia, henti sinus, dan blok jantung. Penggunaan Ivabradine yang berlebihan juga bisa memicu gejala overdosis seperti bradikardia yang parah dan berlangsung lama.
Risiko bradikardia akan meningkat jika pasien memiliki disfungsi nodus sinus, blokade atrioventrikular derajat satu dan dua, bundle branch block, atau menggunakan ivabradine dengan obat lain yang berefek menurunkan denyut jantung. Ivabradine dapat menyebabkan efek samping gangguan penglihatan karena bekerja pada kanal Ih retina. Oleh karenanya, penggunaan pada pasien dengan retinitis pigmentosa harus hati-hati.
Tolvaptan
Tolvaptan yang diberikan untuk pengobatan akut pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena gagal jantung tidak memberikan efek terhadap mortalitas jangka panjang atau morbiditas terkait gagal jantung.
Empagliflozin
Penggunaan empagliflozin dapat menimbulkan efek samping yang signifikan, seperti:
Empagliflozin dapat menimbulkan diuresis osmotik dan kontraksi volume intravaskular. Oleh karena itu, penggunaan empagliflozin dapat menyebabkan hipotensi, terutama pada pasien dengan obat diuretik, inhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE), atau angiotensin receptor blockers (ARB), serta pada pasien lanjut usia.
Furosemide
Efek samping yang cukup sering dijumpai akibat penggunaan furosemide adalah hipotensi ortostatik, dizziness, gangguan keseimbangan elektrolit, seperti hiponatremia, hipokalemia, atau hipokloremia, tinitus, dan fotosensitivitas. Interaksi obat dapat terjadi antara furosemide dengan gentamisin atau cisplatin yang meningkatkan efek ototoksisitas obat.
Efek samping yang dapat timbul pada sistem saraf pusat, antara lain paresthesia, nyeri kepala, pusing, vertigo, pandangan buram, dan xanthopsia. Selain itu, furosemide juga dapat menyebabkan adalah tinitus dan gangguan pendengaran.
Studi oleh Ding, et al pada tahun 2016 menunjukan loop diuretic dapat menurunkan, bahkan menghentikan aliran darah kapiler stria pada dinding lateral koklea tikus dan babi. Akibatnya, terjadi iskemia yang akan merusak barrier tight junction pembuluh darah, sehingga memungkinkan molekul kimia toksik atau patogen merusak koklea.
Selain itu, loop diuretic seperti furosemide juga menyebabkan inhibisi cotransporter Na-K-2Cl pada stria vaskularis, serta mengganggu aktivitas adenilat siklase dan Na+/K+-ATPase. Lesi patologis yang timbul berupa rongga edematosa pada epitel stria vaskularis yang memicu penurunan potensial endolimfatik.
© 2024 All right reserved. Designed by Alkindi Herbal